Senin, 22 Oktober 2012

PHC

PRIMARY HEALTH CARE
SUNANTO



A. LATAR BELAKANG

World Health Essembly tahun 1977 telah menghasilkan kesepakatan global untuk mencapai “Kesehatan Bagi Semua atau Health For All” Pada Tahun 2000 ( KBS 2000 / HFA by The Year 2000 ), yaitu Tercapainya suatu derajat kesehatan yang optimal yang memungkinkan setiap orang hidup produktif baik secara social maupun ekonomi.

Selanjutnya pada tahun 1978, Konferensi di Alma Ata, menetapkan Primary Health Care (PHC) sebagai Pendekatan atau Strategi Global untuk mencapai Kesehatan Bagi Semua (KBS) atau Health For All by The Year 2000 ( HFA 2000 ). Dalam konferensi tersebut Indonesia juga ikut menandatangani dan telah mengambil kesepakatan global pula dengan menyatakan bahwa untuk mencapai Kesehatan Bagi Semua Tahun 2000 ( HFA’200 ) kuncinya adalah PHC ( Primary Health Care ) dan Bentuk Opersional dari PHC tersebut di Indonesia adalah PKMD ( Pengembangan Kesehatan Masyarakat Desa ).

B. PERKEMBANGAN KONSEP PHC

PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran, pengalaman dalam pembangunan kesehatan di banyak Negara yang diawali dengan kampanye masal pada tahun 1950-an dalam pemberantasan penyakit menular, karena pada waktu itu banyak Negara tidak mampu mengatasi dan menaggulangi wabah penyakit TBC, Campak, Diare dsb. Pada tahun 1960 teknologi Kuratif dan Preventif dalam struktur pelayanan kesehatan telah mengalami kemajuan. Sehingga timbulah pemikiran untuk mengembangkan konsep ”Upaya Dasar Kesehatan ”.

Pada tahun 1972/1973, WHO mengadakan studi dan mengungkapkan bahwa banyak negara tidak puas atas sistem kesehatan yang dijalankan dan banyak issue tentang kurangnya pemerataan pelayanan kesehatan di daerah – daerah pedesaan. Akhirnya pada tahun 1977 dalam Sidang Kesehatan Sedunia ( World Health Essembly ) dihasilkan kesepakatan ”Health For All by The Year 2000 atau Kesehatan Bagi Semua Tahun 2000 dengan Sasaran Semesta Utamanya adalah :

”Tercapainya Derajat Kesehatan yang Memungkinkan Setiap Orang Hidup Produktif Baik Secara Soial Maupun Ekonomi”. Oleh karena itu untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan perubahan orientasi dalam pembangunan kesehatan yang meliputi perubahan – perubahan dari :

•Pelayanan Kuratif ke Promotif dan Preventif
•Daerah Perkotaan ke Pedesaan
•Golongan Mampu ke Golongan Masyarakat Berpenghasilan Rendah
•Kampanya Massal ke Upaya Kesehatan terpadu.
Sebagai tindak lanjut, pada Tahun 1978 Konferensi Alma Ata menetapkan ”Primary Health Care” ( PHC ) sebagai Strategi Global atau Pendekatan untuk mencapai ”Health For All by The Year 2000” ( HFA 2000 ) atau Kesehatan Bagi Semua Tahun 2000 ( KBS 2000 ).

C. DEFINISI PHC

Primary Health Care ( PHC ) adalah : Pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial yang dapat diterima secara umum baik oleh individu maupun keluarga dalam masyarakat melalui partisipasi mereka sepenuhnya, serta dengan biaya yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara untuk memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam semangat untuk hidup mandiri ( self reliance ) dan menentukan nasib sendiri ( self determination ).

D. TUJUAN PHC Tujuan Umum

Mencoba menemukan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang diselenggarakan, sehingga akan dicapai tingkat kepuasan pada masyarakat yang menerima pelayanan.

Tujuan Khusus :
1.Pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk yang dilayanai
2.Pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani
3.Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari populasi yang dilayani
4.Pelayanan harus secara maksimum menggunkan tenaga dan sumber – sumber daya lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

E. FUNGSI PHC
PHC hendaknya memenuhi fungsi – fungsi sebagai berikut :
1.Pemeliharaan Kesehatan
2.Pencegahan Penyakit
3.Diagnosis dan Pengobatan
4.Pelayanan Tindak Lanjut
5.Pemberian Sertifikat

F. UNSUR UTAMA PHC
Tiga ( 3 ) Unsur Utama yang terkandung dalam PHC adalah :
1.Mencakup Upaya – upaya Dasar Kesehatan
2.Melibatkan Peran Serta Masyarakat
3.Melibatkan Kerja Sama Lintas Sektoral

G. PRINSIP DASAR PHC
Lima ( 5 ) Prinsip Dasar PHC adalah :
1.Pemerataan Upaya Kesehatan
2.Penekanan Pada Upaya Preventif
3.Menggunakan Teknologi Tepat Guna
4.Melibatkan Peran Serta Masyarakat
5.Melibatkan Kerjasama Lintas Sektoral

H. ELEMEN – ELEMEN PHC
Dalam pelaksanaan PHC harus memiliki 8 elemen essensial yaitu :
1.Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan panyakit serta pengendaliannya.
2.Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi
3.Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Dasar
4.Kesehatan Ibu dan Anak termasuk KB
5.Imunisasi terhadap Penyakit – penyakit Infeksi Utama
6.Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Endemik Setempat
7.Pengobatan Penyakit Umum dan Ruda Paksa
8.Penyediaan Obat – obat Esensial

I. CIRI – CIRI PHC
1.Pelayanan yang utama dan intim dengan masyarakat
2.Pelayanan yang menyeluruh
3.Pelayanan yang terorganisasi
4.Pelayanan yang mementingkan kesehatan individu maupun masyarakat
5.Pelayanan yang berkesinambungan
6.Pelayanan yang progresif
7.Pelayanan yang berorientasi kepada keluarga
8.Pelayanan yang tidak berpandangan kepada salah satu aspek saja

J. TANGGUNG JAWAB TENAGA KESEHATAN DALAM PHC
Tanggung jawab tenaga kesehatan dalam PHC lebih dititik beratkan kepada hal – hal sebagai berikut :
1.Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan implementasi pelayanan kesehatan dan program pendidikan kesehatan.
2.Kerja sama dengan masyarakat, keluarga dan individu
3.Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri pada masyarakat
4.Memberikan bimbingan dan dukungan kepada petugas pelayanan kesehatan dan kepada masyarakat
5.Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat

Rabu, 10 Oktober 2012

Obstruksi Intestinal

OBSTRUKSI INTESTINAL


BY SUNANTO,SKM.,M.Kes





BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60--70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.

Ada 3 hal yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki tentang obstruksi ileus, ialah :

1. Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus.

2. Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universil; tetapi untuk mengetahui proses patologik yang sebenarnya di dalam rongga abdomen tetap merupakan hal yang sulit.

3. Bahaya strangulasi yang amat ditakuti sering tidak disertai gambaran klinik khas yang dapat mendukungnya.

Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus dengan cara yang sebaik - baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang bekerja dalam satu tim dengan tujuan untuk mencapai 4 keuntungan :

1. Bila penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan umum penderita optimal.

2. Dapat mencegah strangulasi yang terlambat.

3. Mencegah laparotomi negatif.

4. Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai dengan penyebab obstruksinya

Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka fokus permasalahan dalam makalah ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan ileus obstruksi?

2. Bagaimana proses keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi?



C. Tujuan

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka makalah ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan ileus obstruksi.

2. Memiliki intelektual dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi.

































BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

Anatomi fisiologi tentang sistem pencernaan yang meliputi:

1. Mulut

Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:

a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi.

b. Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring.

2. Faring

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.

3. Esofagus (kerongkongan)

Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.

4. Gaster (lambung)

Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung antara lain:

a. Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum kardium biasanya berisi gas.

b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah notura minor.

c. Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter pilorus.

d. Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi pilorus.

e. Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior.





Fungsi lambung

a. Menampung makanan.

b. Getah cerna lambung yang dihasilkan pepsin, asam garam, renin dan lipak.

5. Usus halus

Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi hasil pencernaan makanan.

a. Duodenum

Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.

b. Yeyunum dan ileum

Panjangnya sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyunum dengan ± 2-3 meter dan ileum dengan panjang ± 4-5 meter. Lekukan yeyunum dan ileum melekat pada dinding abdomen fasterior dengan perantara lipatan peritoneum yang berbentuk kipas disebut mesentrium.

c. Mukosa usus halus

Permukaan epitel yang sangat halus melalui lipatan mukosa dan makro villi memudahkan penernaan dan absorpasi



Fungsi usus halus:

a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.

b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

c. Karbohirat diserap dalam bentuk monosakarida didalam usus halus.

6. Usus besar/interdinum mayor

Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 7 bagian:

a. Sekum.

b. Kolon asenden.

Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm.

c. Appendiks (usus buntu)

Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.

d. Kolon transversum.

Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28 cm.

e. Kolon desenden.

Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya ± 25 cm.

f. Kolon sigmoid.

Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah berhubungan dengan rektum.

g. Rektum.

Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.

7. Anus.

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar. (Drs. Syaifuddin, hal 87-92).



B. Definisi Ileus Obstruktif

Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.

Ada dua tipe obstruksi yaitu :

1. Mekanis (Ileus Obstruktif)

Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.

2. Netrogenik/fungsional (Ileus Paralitik)

Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson

Beberapa pengertian obstruksi usus dan ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu:

1. Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001).

2. Obstruksi usus adalah gangguan isi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol 4, hal 403).

3. Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001).

4. Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).

5. Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).

6. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.



C. Etiologi

Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu:

1. Mekanis : Terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus, contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia dan abses.

2. Fungsional : Muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus (Brunner and Suddarth).



D. Patofisiologi

Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralithk dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya hilang. Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan menyebabkan kematian. (Pice and Wilson, hal 404)



E. Manifestasi Klinik

1. Nyeri tekan pada abdomen.

2. Muntah.

3. Konstipasi (sulit BAB).

4. Distensi abdomen.

5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318).



F. Pemeriksaan Diagnostik

Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:

1. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam usus.

2. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.

3. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus. Obstruksi mekanis usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi tidak ada gas dalam usus. Bila foto fokus tidak memberi kesimpulan, dilakukan radiogram barium untuk mengetahui tempat obstruksi (Brunner and Suddarth, 2001, hal 1121).

G. Penatalaksanaan Bedah dan Medis

Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

1. Obstruksi Usus Halus

Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium).

Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.

2. Obstruksi Usus Besar

Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.

H. Komplikasi

1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.

2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.

3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.

4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).





BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001).

1. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan gaya hidup.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama .

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :

P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.

Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus- menerus (menetap).

R : Di daerah mana gejala dirasakan

S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d 10.

T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan keluhan.

c. Riwayat kesehatan masa lalu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien.

3. Pemeriksan fisik

a. Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelelahan dan ngantuk.

Tanda : Kesulitan ambulasi

b. Sirkulasi

Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)

c. Eliminasi

Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus

Tanda : Perubahan warna urine dan feces

d. Makanan/cairan

Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.

Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk.

e. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.

Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan

f. Pernapasan

Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,

Tanda : Napas pendek dan dangkal

g. Diagnostik Test

1) Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam usus.

2) Pemeriksaan simtologi

3) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi

4) Leukosit: normal atau sedikit meningkat

5) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl rendah

6) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen

7) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus, hernia)

8) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn E, 2000)



B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan, resiko perubahan pola hidup) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberi intervensi pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2000).

Diagnosa keperawatan merupakan respon klien terhadap adanya masalah kesehatan. Oleh karena itu diagnosa keperawatan berorientasi pada kebutuhan dasar manusia berdasarkan teori kebutuhan dasar Abraham Maslow (Gaffar, 1996).

Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)

1. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.

2. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.



C. Rencana Intervensi

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi. Beberapa komponen yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan meliputi menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi (Nursalam, 2001, hal 52) Adapun renana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan obstruksi usus antara lain:

1. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.

Tujuan: Nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan rileks.

Kriteria hasil :

a. Nyeri berkurang sampai hilang.

b. Ekspresi wajah rileks.

c. TTV dalam batas normal.

d. Skala nyeri 3-0.

Intervensi:

a. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor pemberat/penghilang.

Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang ketidaknyamanannya sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi keefektifan analgesia.

b. Pantau tanda-tanda vital.

Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan, yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan energi. Abnormalitas tanda vitalterus menerus memerlukan evaluasi lanjut.

c. Memberikan tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernafas; lingkungan tenang. Anjurkan penggunaan bimbingan imajinasi, tehnik relaksasi. Berikan aktivitas hiburan.

Rasional: Memberikan dukungan (fisik, emosional), menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, mengfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.

d. Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien berupaya untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai kebutuhan.

Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot. Posisi tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu dalam berkemih.

Kolaborasi

e. Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi.

Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik.

f. Kateterisasi sesuai kebutuhan.

Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk mengosongkan kandung kemih sampai fungsinya kembali.

2. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.

Tujuan: Volume cairan seimbang.

Kriteria hasil :

a. Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.

b. Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.

Intervensi:

a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam pertama terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan.

Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan syok hipovolemik.

b. Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa.

Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.

c. Perhatikan adanya edema.

Rasional: Edema dapat terjadi kerena perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumin serum/protein.

d. Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi keeimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.

Rasional: Indikator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.

e. Perhatikan adanya/ukur distensi abdomen.

Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak perfusi ginjal.

f. Observasi/catat kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi. Anjurkan dan bantu dengan perubahan posisi sering.

Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan eletrolit dan alkalosis metabolik dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk mengkompensasi. Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5, menunjukkan pasien beresiko ulkus stres. Pengubahan posisi mencegah pembentukan magenstrase di lambung, yang dapat menyalurkan cairan gastrik dan udara melalui selang NGT kedalam duodenum.

Kolaborasi:

g. Pertahankan potensi penghisap NGT/usus.

Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan di garis jahitan dan menurunkan mual/muntah, yang dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau kondisi yang sebelumnya ada, mis: kanker.



3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.

Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.

Kriteria hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.

b. Berat badan stabil.

c. Pasien tidak mengalami mual muntah.

Intervensi:

a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.

Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.

b. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.

Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).

c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C.

Rasional: Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah kontributor utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah fator dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi.

d. Observasi terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak.

Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus, memerluk`n evaluasi lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat.

Kolaborasi

e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine). Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).

Rasional: Mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi.



4. Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosi dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.

Tujuan: Menyatakan paham terhadap proses penyakitnya.

Kriteria hasil :

a. Klien dan keluarga mengetahui penyakit yang diderita

b. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar

c. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pengobatan

Intervensi:

d. Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat dan kebutuhan diet.

Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi usus.

e. Tinjau ulang perawatan selang gastrostomi bila pasien dipulangkan dengan alat ini.

Rasional: Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan kemampuan perawatan diri.

f. Tinjau perawatan kulit disekitar selang.

Rasional: Membantu mencegah kerusakan kulit dan menurunkan resiko infeksi.

g. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis, mis demam menetap, bengkak, eritema, atau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik drainase.

Rasional: Pengenalan dini dari komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius dan mengancam hidup.

h. Tinjau ulang keterbatasan/pembatasan aktivitas, mis: tidak mengangkat benda berat selama 6-8 minggu dan menghindari latihan dan olahraga keras.

Rasional: Menurunkan resiko pembentukan hernia.







DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Setiawan, Wawan. 2010. Intervensi dan Rasional Ileus Obstruktif. (http://wawanjokamblog.blogspot.com/. Diakses tanggal 11 Januari 2011).

Zwani. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Obstruksi Usus (http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/obstruksi-usus.html. Diakses tanggal 11 Januari 2011).

Harnawati. 2008. Obstruksi Usus. (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksi-usus/. Diakses tanggal 11 Januari 2011).

Vanilow, Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (http://barryvanilow.blogspot.com/. Diakses tanggal 11 Januari 2011).

Obstruksi Intestinal

OBSTRUKSI INTESTINAL


BY SUNANTO,SKM.,M.Kes





BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60--70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.

Ada 3 hal yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki tentang obstruksi ileus, ialah :

1. Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus.

2. Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universil; tetapi untuk mengetahui proses patologik yang sebenarnya di dalam rongga abdomen tetap merupakan hal yang sulit.

3. Bahaya strangulasi yang amat ditakuti sering tidak disertai gambaran klinik khas yang dapat mendukungnya.

Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus dengan cara yang sebaik - baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang bekerja dalam satu tim dengan tujuan untuk mencapai 4 keuntungan :

1. Bila penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan umum penderita optimal.

2. Dapat mencegah strangulasi yang terlambat.

3. Mencegah laparotomi negatif.

4. Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai dengan penyebab obstruksinya

Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka fokus permasalahan dalam makalah ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan ileus obstruksi?

2. Bagaimana proses keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi?



C. Tujuan

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka makalah ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan ileus obstruksi.

2. Memiliki intelektual dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi.

































BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

Anatomi fisiologi tentang sistem pencernaan yang meliputi:

1. Mulut

Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:

a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi.

b. Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring.

2. Faring

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakanf rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.

3. Esofagus (kerongkongan)

Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.

4. Gaster (lambung)

Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung antara lain:

a. Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum kardium biasanya berisi gas.

b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah notura minor.

c. Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter pilorus.

d. Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi pilorus.

e. Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior.





Fungsi lambung

a. Menampung makanan.

b. Getah cerna lambung yang dihasilkan pepsin, asam garam, renin dan lipak.

5. Usus halus

Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi hasil pencernaan makanan.

a. Duodenum

Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.

b. Yeyunum dan ileum

Panjangnya sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyunum dengan ± 2-3 meter dan ileum dengan panjang ± 4-5 meter. Lekukan yeyunum dan ileum melekat pada dinding abdomen fasterior dengan perantara lipatan peritoneum yang berbentuk kipas disebut mesentrium.

c. Mukosa usus halus

Permukaan epitel yang sangat halus melalui lipatan mukosa dan makro villi memudahkan penernaan dan absorpasi



Fungsi usus halus:

a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.

b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

c. Karbohirat diserap dalam bentuk monosakarida didalam usus halus.

6. Usus besar/interdinum mayor

Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 7 bagian:

a. Sekum.

b. Kolon asenden.

Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm.

c. Appendiks (usus buntu)

Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.

d. Kolon transversum.

Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28 cm.

e. Kolon desenden.

Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya ± 25 cm.

f. Kolon sigmoid.

Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah berhubungan dengan rektum.

g. Rektum.

Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.

7. Anus.

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar. (Drs. Syaifuddin, hal 87-92).



B. Definisi Ileus Obstruktif

Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.

Ada dua tipe obstruksi yaitu :

1. Mekanis (Ileus Obstruktif)

Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.

2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)

Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson

Beberapa pengertian obstruksi usus dan ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu:

1. Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001).

2. Obstruksi usus adalah gangguan isi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol 4, hal 403).

3. Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001).

4. Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).

5. Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).

6. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.



C. Etiologi

Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu:

1. Mekanis : Terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus, contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia dan abses.

2. Fungsional : Muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus (Brunner and Suddarth).



D. Patofisiologi

Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya hilang. Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan menyebabkan kematian. (Pice and Wilson, hal 404)



E. Manifestasi Klinik

1. Nyeri tekan pada abdomen.

2. Muntah.

3. Konstipasi (sulit BAB).

4. Distensi abdomen.

5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318).



F. Pemeriksaan Diagnostik

Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:

1. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam usus.

2. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.

3. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus. Obstruksi mekanis usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi tidak ada gas dalam usus. Bila foto fokus tidak memberi kesimpulan, dilakukan radiogram barium untuk mengetahui tempat obstruksi (Brunner and Suddarth, 2001, hal 1121).

G. Penatalaksanaan Bedah dan Medis

Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

1. Obstruksi Usus Halus

Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium).

Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.

2. Obstruksi Usus Besar

Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.

H. Komplikasi

1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.

2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.

3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.

4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).





BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001).

1. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan gaya hidup.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama .

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :

P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.

Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus- menerus (menetap).

R : Di daerah mana gejala dirasakan

S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d 10.

T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan keluhan.

c. Riwayat kesehatan masa lalu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien.

3. Pemeriksan fisik

a. Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelelahan dan ngantuk.

Tanda : Kesulitan ambulasi

b. Sirkulasi

Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)

c. Eliminasi

Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus

Tanda : Perubahan warna urine dan feces

d. Makanan/cairan

Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.

Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk.

e. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.

Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan

f. Pernapasan

Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,

Tanda : Napas pendek dan dangkal

g. Diagnostik Test

1) Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam usus.

2) Pemeriksaan simtologi

3) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi

4) Leukosit: normal atau sedikit meningkat

5) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl rendah

6) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen

7) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus, hernia)

8) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn E, 2000)



B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan, resiko perubahan pola hidup) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberi intervensi pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2000).

Diagnosa keperawatan merupakan respon klien terhadap adanya masalah kesehatan. Oleh karena itu diagnosa keperawatan berorientasi pada kebutuhan dasar manusia berdasarkan teori kebutuhan dasar Abraham Maslow (Gaffar, 1996).

Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)

1. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.

2. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.



C. Rencana Intervensi

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi. Beberapa komponen yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan meliputi menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi (Nursalam, 2001, hal 52) Adapun renana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan obstruksi usus antara lain:

1. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.

Tujuan: Nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan rileks.

Kriteria hasil :

a. Nyeri berkurang sampai hilang.

b. Ekspresi wajah rileks.

c. TTV dalam batas normal.

d. Skala nyeri 3-0.

Intervensi:

a. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor pemberat/penghilang.

Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang ketidaknyamanannya sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi keefektifan analgesia.

b. Pantau tanda-tanda vital.

Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan, yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan energi. Abnormalitas tanda vitalterus menerus memerlukan evaluasi lanjut.

c. Memberikan tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernafas; lingkungan tenang. Anjurkan penggunaan bimbingan imajinasi, tehnik relaksasi. Berikan aktivitas hiburan.

Rasional: Memberikan dukungan (fisik, emosional), menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, mengfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.

d. Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien berupaya untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai kebutuhan.

Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot. Posisi tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu dalam berkemih.

Kolaborasi

e. Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi.

Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik.

f. Kateterisasi sesuai kebutuhan.

Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk mengosongkan kandung kemih sampai fungsinya kembali.

2. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.

Tujuan: Volume cairan seimbang.

Kriteria hasil :

a. Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.

b. Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.

Intervensi:

a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam pertama terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan.

Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan syok hipovolemik.

b. Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa.

Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.

c. Perhatikan adanya edema.

Rasional: Edema dapat terjadi kerena perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumin serum/protein.

d. Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi keeimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.

Rasional: Indikator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.

e. Perhatikan adanya/ukur distensi abdomen.

Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak perfusi ginjal.

f. Observasi/catat kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi. Anjurkan dan bantu dengan perubahan posisi sering.

Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan eletrolit dan alkalosis metabolik dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk mengkompensasi. Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5, menunjukkan pasien beresiko ulkus stres. Pengubahan posisi mencegah pembentukan magenstrase di lambung, yang dapat menyalurkan cairan gastrik dan udara melalui selang NGT kedalam duodenum.

Kolaborasi:

g. Pertahankan potensi penghisap NGT/usus.

Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan di garis jahitan dan menurunkan mual/muntah, yang dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau kondisi yang sebelumnya ada, mis: kanker.



3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.

Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.

Kriteria hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.

b. Berat badan stabil.

c. Pasien tidak mengalami mual muntah.

Intervensi:

a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.

Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.

b. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.

Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).

c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C.

Rasional: Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah kontributor utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah fator dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi.

d. Observasi terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak.

Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus, memerlukan evaluasi lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat.

Kolaborasi

e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine). Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).

Rasional: Mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi.



4. Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosi dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.

Tujuan: Menyatakan paham terhadap proses penyakitnya.

Kriteria hasil :

a. Klien dan keluarga mengetahui penyakit yang diderita

b. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar

c. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pengobatan

Intervensi:

d. Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat dan kebutuhan diet.

Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi usus.

e. Tinjau ulang perawatan selang gastrostomi bila pasien dipulangkan dengan alat ini.

Rasional: Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan kemampuan perawatan diri.

f. Tinjau perawatan kulit disekitar selang.

Rasional: Membantu mencegah kerusakan kulit dan menurunkan resiko infeksi.

g. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis, mis demam menetap, bengkak, eritema, atau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik drainase.

Rasional: Pengenalan dini dari komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius dan mengancam hidup.

h. Tinjau ulang keterbatasan/pembatasan aktivitas, mis: tidak mengangkat benda berat selama 6-8 minggu dan menghindari latihan dan olahraga keras.

Rasional: Menurunkan resiko pembentukan hernia.







DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Setiawan, Wawan. 2010. Intervensi dan Rasional Ileus Obstruktif. (http://wawanjokamblog.blogspot.com/. Diakses tanggal 11 Januari 2011).

Zwani. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Obstruksi Usus (http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/obstruksi-usus.html. Diakses tanggal 11 Januari 2011).

Harnawati. 2008. Obstruksi Usus. (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksi-usus/. Diakses tanggal 11 Januari 2011).

Vanilow, Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (http://barryvanilow.blogspot.com/. Diakses tanggal 11 Januari 2011).

Obstruksi Intestinal

OBSTRUKSI INTESTINAL


BY SUNANTO,SKM.,M.Kes





BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60--70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.

Ada 3 hal yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki tentang obstruksi ileus, ialah :

1. Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus.

2. Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universil; tetapi untuk mengetahui proses patologik yang sebenarnya di dalam rongga abdomen tetap merupakan hal yang sulit.

3. Bahaya strangulasi yang amat ditakuti sering tidak disertai gambaran klinik khas yang dapat mendukungnya.

Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus dengan cara yang sebaik - baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang bekerja dalam satu tim dengan tujuan untuk mencapai 4 keuntungan :

1. Bila penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan umum penderita optimal.

2. Dapat mencegah strangulasi yang terlambat.

3. Mencegah laparotomi negatif.

4. Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai dengan penyebab obstruksinya

Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka fokus permasalahan dalam makalah ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan ileus obstruksi?

2. Bagaimana proses keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi?



C. Tujuan

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka makalah ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan ileus obstruksi.

2. Memiliki intelektual dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi.

































BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

Anatomi fisiologi tentang sistem pencernaan yang meliputi:

1. Mulut

Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:

a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi.

b. Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring.

2. Faring

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.

3. Esofagus (kerongkongan)

Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.

4. Gaster (lambung)

Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung antara lain:

a. Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum kardium biasanya berisi gas.

b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah notura minor.

c. Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter pilorus.

d. Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi pilorus.

e. Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior.





Fungsi lambung

a. Menampung makanan.

b. Getah cerna lambung yang dihasilkan pepsin, asam garam, renin dan lipak.

5. Usus halus

Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi hasil pencernaan makanan.

a. Duodenum

Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.

b. Yeyunum dan ileum

Panjangnya sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyunum dengan ± 2-3 meter dan ileum dengan panjang ± 4-5 meter. Lekukan yeyunum dan ileum melekat pada dinding abdomen fasterior dengan perantara lipatan peritoneum yang berbentuk kipas disebut mesentrium.

c. Mukosa usus halus

Permukaan epitel yang sangat halus melalui lipatan mukosa dan makro villi memudahkan penernaan dan absorpasi



Fungsi usus halus:

a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.

b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

c. Karbohirat diserap dalam bentuk monosakarida didalam usus halus.

6. Usus besar/interdinum mayor

Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 7 bagian:

a. Sekum.

b. Kolon asenden.

Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm.

c. Appendiks (usus buntu)

Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.

d. Kolon transversum.

Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28 cm.

e. Kolon desenden.

Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya ± 25 cm.

f. Kolon sigmoid.

Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah berhubungan dengan rektum.

g. Rektum.

Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.

7. Anus.

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar. (Drs. Syaifuddin, hal 87-92).



B. Definisi Ileus Obstruktif

Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.

Ada dua tipe obstruksi yaitu :

1. Mekanis (Ileus Obstruktif)

Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.

2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)

Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson

Beberapa pengertian obstruksi usus dan ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu:

1. Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001).

2. Obstruksi usus adalah gangguan isi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol 4, hal 403).

3. Obstruksi urus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001).

4. Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).

5. Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).

6. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.



C. Etiologi

Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu:

1. Mekanis : Terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus, contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia dan abses.

2. Fungsional : Muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus (Brunner and Suddarth).



D. Patofisiologi

Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya hilang. Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan menyebabkan kematian. (Pice and Wilson, hal 404)



E. Manifestasi Klinik

1. Nyeri tekan pada abdomen.

2. Muntah.

3. Konstipasi (sulit BAB).

4. Distensi abdomen.

5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318).



F. Pemeriksaan Diagnostik

Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:

1. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam usus.

2. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.

3. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus. Obstruksi mekanis usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi tidak ada gas dalam usus. Bila foto fokus tidak memberi kesimpulan, dilakukan radiogram barium untuk mengetahui tempat obstruksi (Brunner and Suddarth, 2001, hal 1121).

G. Penatalaksanaan Bedah dan Medis

Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

1. Obstruksi Usus Halus

Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium).

Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab palinf umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.

2. Obstruksi Usus Besar

Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.

H. Komplikasi

1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.

2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.

3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.

4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).





BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001).

1. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan gaya hidup.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama .

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :

P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.

Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus- menerus (menetap).

R : Di daerah mana gejala dirasakan

S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d 10.

T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan keluhan.

c. Riwayat kesehatan masa lalu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien.

3. Pemeriksan fisik

a. Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelelahan dan ngantuk.

Tanda : Kesulitan ambulasi

b. Sirkulasi

Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)

c. Eliminasi

Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus

Tanda : Perubahan warna urine dan feces

d. Makanan/cairan

Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.

Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk.

e. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.

Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan

f. Pernapasan

Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,

Tanda : Napas pendek dan dangkal

g. Diagnostik Test

1) Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam usus.

2) Pemeriksaan simtologi

3) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi

4) Leukosit: normal atau sedikit meningkat

5) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl rendah

6) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen

7) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus, hernia)

8) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn E, 2000)



B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan, resiko perubahan pola hidup) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberi intervensi pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2000).

Diagnosa keperawatan merupakan respon klien terhadap adanya masalah kesehatan. Oleh karena itu diagnosa keperawatan berorientasi pada kebutuhan dasar manusia berdasarkan teori kebutuhan dasar Abraham Maslow (Gaffar, 1996).

Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)

1. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.

2. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.



C. Rencana Intervensi

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi. Beberapa komponen yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan meliputi menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi (Nursalam, 2001, hal 52) Adapun renana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan obstruksi usus antara lain:

1. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.

Tujuan: Nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan rileks.

Kriteria hasil :

a. Nyeri berkurang sampai hilang.

b. Ekspresi wajah rileks.

c. TTV dalam batas normal.

d. Skala nyeri 3-0.

Intervensi:

a. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor pemberat/penghilang.

Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang ketidaknyamanannya sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi keefektifan analgesia.

b. Pantau tanda-tanda vital.

Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan, yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan energi. Abnormalitas tanda vitalterus menerus memerlukan evaluasi lanjut.

c. Memberikan tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernafas; lingkungan tenang. Anjurkan penggunaan bimbingan imajinasi, tehnik relaksasi. Berikan aktivitas hiburan.

Rasional: Memberikan dukungan (fisik, emosional), menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, mengfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.

d. Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien berupaya untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai kebutuhan.

Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot. Posisi tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu dalam berkemih.

Kolaborasi

e. Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi.

Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik.

f. Kateterisasi sesuai kebutuhan.

Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk mengosongkan kandung kemih sampai fungsinya kembali.

2. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.

Tujuan: Volume cairan seimbang.

Kriteria hasil :

a. Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.

b. Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.

Intervensi:

a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam pertama terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan.

Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan syok hipovolemik.

b. Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa.

Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.

c. Perhatikan adanya edema.

Rasional: Edema dapat terjadi kerena perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumin serum/protein.

d. Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi keeimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.

Rasional: Indikator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.

e. Perhatikan adanya/ukur distensi abdomen.

Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak perfusi ginjal.

f. Observasi/catat kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi. Anjurkan dan bantu dengan perubahan posisi sering.

Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan eletrolit dan alkalosis metabolik dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk mengkompensasi. Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5, menunjukkan pasien beresiko ulkus stres. Pengubahan posisi mencegah pembentukan magenstrase di lambung, yang dapat menyalurkan bairan gastrik dan udara melalui selang NGT kedalam duodenum.

Kolaborasi:

g. Pertahankan potensi penghisap NGT/usus.

Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan di garis jahitan dan menurunkan mual/muntah, yang dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau kondisi yang sebelumnya ada, mis: kanker.



3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.

Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.

Kriteria hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.

b. Berat badan stabil.

c. Pasien tidak mengalami mual muntah.

Intervensi:

a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.

Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.

b. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.

Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).

c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C.

Rasional: Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah kontributor utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah fator dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi.

d. Observasi terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak.

Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus, memerlukan evaluasi lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat.

Kolaborasi

e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine). Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).

Rasional: Mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi.



4. Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosi dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.

Tujuan: Menyatakan paham terhadap proses penyakitnya.

Kriteria hasil :

a. Klien dan keluarga mengetahui penyakit yang diderita

b. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar

c. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pengobatan

Intervensi:

d. Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat dan kebutuhan diet.

Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi usus.

e. Tinjau ulang perawatan selang gastrostomi bila pasien dipulangkan dengan alat ini.

Rasional: Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan kemampuan perawatan diri.

f. Tinjau perawatan kulit disekitar selang.

Rasional: Membantu mencegah kerusakan kulit dan menurunkan resiko infeksi.

g. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis, mis demam menetap, bengkak, eritema, atau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik drainase.

Rasional: Pengenalan dini dari komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius dan mengancam hidup.

h. Tinjau ulang keterbatasan/pembatasan aktivitas, mis: tidak mengangkat benda berat selama 6-8 minggu dan menghindari latihan dan olahraga keras.

Rasional: Menurunkan resiko pembentukan hernia.







DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Setiawan, Wawan. 2010. Intervensi dan Rasional Ileus Obstruktif. (http://wawanjokamblog.blogspot.com/. Diakses tanggal 11 Januari 2011).

Zwani. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Obstruksi Usus (http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/obstruksi-usus.html. Diakses tanggal 11 Januari 2011).

Harnawati. 2008. Obstruksi Usus. (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksi-usus/. Diakses tanggal 11 Januari 2011).

Vanilow, Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (http://barryvanilow.blogspot.com/. Diakses tanggal 11 Januari 2011).