By : Sunanto,SKM
Apakah yang dimaksud dengan pernikahan sehat? Bagaimana ciri-ciri dari pernikahan sehat? Silakan menyimak ringkasan diskusi TELAGA berikut ini yang dipandu oleh Pdt. Paul Gunadi.
T : Apa yang dimaksud dengan pernikahan yang sehat itu?
J : OK! Yang pertama-tama saya ingin menekankan bahwa pernikahan yang sehat itu adalah pernikahan yang tidak sempurna. Jadi jangan sampai kita ini mempunyai idealisme yang tidak realistik tentang pernikahan itu. Pernikahan yang sehat bukan berarti tidak pernah bertengkar. Pertengkaran bisa terjadi namun bisa menyelesaikan sehingga tidak berlarut-larut. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap pasangan adalah keterampilan menyelesaikan pertengkaran. Pertengkaran saya kira sesuatu yang tak bisa kita hindarkan. Ketika baru menikah, terus terang saya sendiri masih berharap bahwa istri saya dan saya tidak harus bertengkar. Waktu kami mulai bertengkar hal itu cukup mengganggu saya. Jadi, harapan saya itu sangatlah tidak realistik. Akhirnya saya belajar untuk menerima fakta bahwa orang yang saling mencintai pun bisa bertengkar. Pasangan yang tidak bisa atau tidak mempunyai ketrampilan untuk menyelesaikan pertengkaran tinggal menunggu waktu sampai pernikahan itu benar-benar retak. Karena pernikahan yang terus-menerus diganggu oleh pertengkaran akan menjadi pernikahan yang tidak sehat. Ibaratnya pertengkaran itu seperti virus yang akan meracuni dan membuat daya tahan tubuh pernikahan kita lemah.
T : Apakah kedekatan secara fisik menjamin bahwa pernikahan itu akan sehat?
J : Pernikahan yang sehat bukannya selalu mesra penuh kasih seperti di film-film itu. Pada awal-awal pernikahan masih ada seperti itu, tapi saya kira setelah menikah beberapa waktu kemesraan dan penyataan kasih sayang tidak lagi sesemarak pada masa berpacaran. Tapi meskipun perasaan-perasaan mesra itu tidak lagi bermunculan dengan semarak tetapi lebih sering ada perasaan sayang. Jadi jangan sampai tidak ada lagi perasaan sayang, tidak ada lagi perasaan mesra.
Beberapa waktu yang lalu saya berbicara dengan istri saya tentang perasaan kami, tentang pernikahan kami. Hal ini yang membuat kami sampai sekarang terus saling mencintai. Nah kami memang membicarakan beberapa hal -- intinya adalah: kami tidak menyerah, kami terus berusaha, bekerja; yang perlu kami poles, kami poles; yang perlu dibereskan, kami bereskan -- dan itu akhirnya mulai membuahkan hasil. Buah yang kami hasilkan mulai kami petik, yaitu perasaan sayang. Jadi intinya: kalau di masa pacaran saya tergila-gila dengan dia, sekarang setelah saya menikah selama 16 tahun kalau dia tidak di samping saya maka saya sudah benar-benar seperti orang gila, karena hidup ini benar-benar sengsara tanpa dia. Dengan kata lain, saya mengasihi dia seolah-olah seperti barang yang berharga. Saya dulu mengasihi dia seperti barang yang menarik pada masa berpacaran, sekarang sebagai seorang yang berharga, karena memang dia telah menjadi begitu berharga buat kehidupan saya. Pernikahan yang sehat ditandai oleh adanya perasaan sayang bahwa pasangan kita adalah seseorang yang berharga dalam hidup kita.
T : Bagaimana dengan anak-anak kalau ada di tengah-tengah mereka?
J : Saya kira kita sebagai orangtua berharap anak-anak hidup rukun, tidak pernah bertengkar, dan tidak pernah membangkang kalau diperintah. Kenyataannya tidak demikian, anak-anak kadang-kadang bertengkar atau kadang-kadang tidak mendengarkan perintah kita. Namun yang penting adalah kita sebagai orangtua dapat mendamaikan pertengkaran mereka dan mereka pun cepat berdamai. Jadi kalau anak-anak sudah dihinggapi oleh semangat bermusuhan sehingga mudah sekali bertengkar dan susah sekali berdamai, kita perlu mengevaluasi kembali pernikahan kita. Apa yang terjadi sehingga anak-anak mempunyai sikap yang mudah marah dan susah sekali untuk memaafkan. Memang tidak selalu anak-anak mengikuti perintah kita, tapi pernikahan yang sehat ditandai oleh hormatnya anak terhadap orangtua. Artinya orangtua itu memang dianggap sebagai figur yang konsisten, figur yang mereka bisa hormati. Anak-anak kadang-kadang marah dan kadang-kadang meletup emosinya terhadap kita, tapi tidak kurang ajar karena masih menghormati kita.
Sumber
Halaman:
--
Judul Artikel:
TELAGA - Kaset T080B (e-Konsel Edisi 040)
Penulis Artikel:
Pdt. Dr. Paul GUnadi
Penerbit:
--
Situs:
http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/040/